Dalam rasa yang agak menakutkan karena dentuman petir dengan kilaunya yang menembus ventilasi ruang kerjaku, aku ingat sobatku yang aku tahu sedang dalam 7 hari terakhir ini sedang 'retreat' tentang arti persahabatan dalam berorganisasi.
Ponsel jadulku ternyata masih sanggup merekam sosok unik yang satu ini: Suheryatno, yang selalu menyebut dirinya Ahi. Mungkin agar mirip Ahok. hehehehe.
Ahi yang kumaksud adalah Ahi yang setiap hari, bahkan setiap menit lalu-lalang di grup fesbuk Dukung Ahok Gubernur DKi (DAG-DKI) ini, juga selalu rajin menyapa setiap pengurus di forum-forum komunikasi via messanger FB, BBM, WA atau telepon.
Tiap pagi ia 'melapor' ke saya kalau dia sedang "memberi makan" members DAG-DKI. Dalam hati, "Ini anak kok aneh. Dia pikir dia ibu yang sedang menyuapi bayinya!" Tapi akhirnya aku mengerti maksudnya.
Ahi yang kumaksud adalah Ahi yang setiap hari, bahkan setiap menit lalu-lalang di grup fesbuk Dukung Ahok Gubernur DKi (DAG-DKI) ini, juga selalu rajin menyapa setiap pengurus di forum-forum komunikasi via messanger FB, BBM, WA atau telepon.
Tiap pagi ia 'melapor' ke saya kalau dia sedang "memberi makan" members DAG-DKI. Dalam hati, "Ini anak kok aneh. Dia pikir dia ibu yang sedang menyuapi bayinya!" Tapi akhirnya aku mengerti maksudnya.
Maka, Anda juga jangan sampe salah mengerti dengan istilah "memberi makan" dalam perkataan Ahi. Jelas sekali bahwa Ahi tidak sedang memasak atau membelikan kita sarapan, makan siang, bahkan makan malam. Ternyata, makna "memberi makan members" versi Ahi adalah menghidangkan setiap berita terkait Ahok dari media cetak dan online, terutama KOMPAS yang selalu dibagikannya, bahkan hingga ia copas dengan link berita, penulis hingga meta-link lainnya.
Ahi memang tak terlalu mahir teknologi. Ia berbeda dengan Ahmad Suryani, Ketua Umum DAG-DKI yang tentangnya juga pernah aku muat di grup DAG-DKI beberapa hari lalu.
Ahi memang tak terlalu mahir teknologi. Ia berbeda dengan Ahmad Suryani, Ketua Umum DAG-DKI yang tentangnya juga pernah aku muat di grup DAG-DKI beberapa hari lalu.
Ahi ini bak petir yang menyisir dan mengintip tiap sudut ruang virtual grup DAG-DKI demi menyeleksi, memblokir bila ada postingan seronok, bahkan mengundang member baru agar grup DAG-DKI tetap meriah dan merekah.
Tak hanya petir, Ahi juga adalah kabut yang melindungi siapa saja yang dikenalnya, apalagi kebetulan member DAG-DKI yang sedang "mendapat masalah", apalagi menyangkut keuangan.
Tak hanya petir, Ahi juga adalah kabut yang melindungi siapa saja yang dikenalnya, apalagi kebetulan member DAG-DKI yang sedang "mendapat masalah", apalagi menyangkut keuangan.
Ya, Ahi emang seorang pria dengan tubuh besar tapi berjiwa bak seorang ibu yang berpikir bak kanak-kanan yang mudah kasihan pada derita orang di sekitarnya. Ia memang begitu, dan itu bukan lakon dramaturginya. Itlah realitasnya yang an sich dalam kehidupan riilnya bersama putra tunggalnya.
Nyeleneh, Tapi Mau Remeh
Menurut penuturan pengurus DAG-DKI dari kalangan ibu-ibu diatas 40 tahunan Ahi adalah sosok menarik, "Bang, dia ini menyebalkan. Tapi aku enggak pernah bisa memarahinya! Wajahnya itu loh, menggemaskan," cerita Djeni Ha ke saya dalam pertemuan di Notaris di Kelapa Gading pada tanggal 13 Agustus 2015 lalu.
Tentu saja tak ada orang sempurna. Selain mudah tersentuh, Ahi juga sosok yang sedikit agak ceroboh dalam manajemen. Ia bahkan terkesan melawan kebiasaan yang ada. Ia bak seorang pedagang tradisional yang tak butuh pembukuan, apalagi laporan keuangan. Karena baginya bisnis itu sangat sederhana: Laba = harga jual - modal produksi. Titik.
Tak heran, dalam penuturannya berkali-kali ke aku, dia sering melakukan tindakan aneh. Bila seorang customer-nya membeli 1 pc kaos, ia akan mengantarnya 10 pcs. Ia berharap orang tak membohonginya. Syukur deh sejauh ini belum ada yang bohongin gue", tegasnya di sambungan telepon hari sabtu minggu lalu.
Tak berhenti disitu. Ahi juga seorang yang memproklamirkan dirinya bak sosok pemimpin lintas batas. Bagaimana tidak. Tiap orang memanggilnya "koko", hingga nama Suheryatno hilang ditelan nickname-nya "Ko Ahi".
Ia bahkn berlaku bak seorang bule yang lebih suka memanggil nama sahabat lain ketimbang embel-embel "ibu, bapa, abang, cici, dede, tante, dst. Lagi-lagi itu keunikannyan dan tak satupun dari kami di DAG-DKI yang protes dengan 'tradisinya' itu, termasuk ibu-ibu yang berusia 50 tahunan yang ia panggil dengan nama asli.
Si Penyayang yang Mudah Terharu
Ahi memang pria penyayang. Ia sosok pemerhati bagi kami para sahabatnya, bahkan cintanya kepada sahabat-sahabatnya di DAG-DKI terkadang melebihi cinta seoraang suami kepada istrinya. Tak heran bila tak satupun ibu-ibu yang protes diperintahnya.
Semua seakan tunduk, "Ya, Ko Ahi! Siap! What can we will do for you, bro?" Lagi-lagi, itu adalah kelebihan Ahi yang lain.
Namun siapa sangka, pria dengan tubuh tergolong tinggi untuk ukuran orang Cengkareng ini ternyata suka panik juga. Tapi panik-nya Ahi bukanlah panik seorang yang gugup saat tampil dihadapan banyak orang. Panik-nya sosok yang mengagumi ketulusan ini adalah paniknya seorang pegawai marketing saat jualannya tak digubris.
Ringkasnya, ia akan panik dan berteriak minta solusi saat hendak melakukan aksi sosial atau acara seperti rapat atau agenda lain di saat dana kurang. "Loe mah tentang-tenang aja, bro. Gue kaga bisa gitu. Bukan apa-apa, emangnya bisa ngapa-ngapain kalau kagak punye duit?" tanyanya saat aku bilang, "Tenang aja. Pasti ada bantuan kalau kita tulus membantu pak Ahok."
Semper Reformanda
Ahi memang sudah melalangbuana di bisnis barang elektronik, Itu kesaksiannya ke aku dalam beberapa pertemuan. Ia memang sosok terbuka, "Dulu gue punya ini dan itu. Sekarang ya seperti yang loe lihat sendiri lah!" katanya seraya berbagi kisahnya sebagai orang yang mudah terbawa arus perubahan.
Sepertinya ia terpengaruh fenomena smartphone yang barangya tak pernah berhenti berubah.
Tapi tunggu dulu. Ini pasti bukan melulu hal negatif. Sebab, bukankah DAG-DKI yang bermuara dari gerak virtual pada tahun 2012 ini juga selalu berubah cepat, bahkan nyaris secepat kilat?
Untuk karakhter Ahi yang satu ini saya teringat pepatah bahasa Latin kuno, "Perubahan itu tak pernah terbendung hingga kita sendiri larut berubah didalamnya".
Aku sudah kenal pria asal Singkawang yang pernah cukup lama mondok di Taiwan ini sejak awal tahun 2015 lalu. Kendati aku 'hanya' mengenalnya di dunia virtual bernama Grup Fesbuk yang sayangnya telah dirampas hingga meninggalkan rasa sakit hati oleh hackers pada tanggal 16 September lalu itu.
Adalah Stella Kurniawan, yang awalnya aku ajak jadi admin di JPK dan DAG-DKI mengenalkan Ahi ke aku. Sebelumnyaa pria ekstrovert yang fasih berbahasa Mandarin ini selalu me-LIKE postinganku saban hari. Sesekali ia mengira aku pengamat politik.
Aku sudah kenal pria asal Singkawang yang pernah cukup lama mondok di Taiwan ini sejak awal tahun 2015 lalu. Kendati aku 'hanya' mengenalnya di dunia virtual bernama Grup Fesbuk yang sayangnya telah dirampas hingga meninggalkan rasa sakit hati oleh hackers pada tanggal 16 September lalu itu.
Adalah Stella Kurniawan, yang awalnya aku ajak jadi admin di JPK dan DAG-DKI mengenalkan Ahi ke aku. Sebelumnyaa pria ekstrovert yang fasih berbahasa Mandarin ini selalu me-LIKE postinganku saban hari. Sesekali ia mengira aku pengamat politik.
Begitu juga aku mengira ia seorang yang suka membaca dan pasti kutu buku bertema politik. Nayatanya kami berdua sama-sama salah dalam hal ini. hehehehe... Aku ingat pernah berujar padanya, "Bro, kita sama-sama belajar di DAG-DKI. Pertama yang lu mesti tau adalah DAG-DKI ini punya siapa-siapa, dan pasti bukan milik gue. Itu milik semua orang yang peduli pada negeri, dan terutama warga Jakarta mendukung Ahok "Sibarani" nyang punye Ahok."
Generasi Kedua, Si Pencari Dana
Rasanya tak bisa oleh siapapun yang mengenal DAG-DKI di awal tahun 2015 menyangkal peran Ahi dalam sejarah perkembangan DAG-DKI. Ia adalah bidan bagi kelahiran "generasi kedua DAG-DKI" yang kini semakin didominasi oleh kaum muda.
Kelincahannya tak tertandingi, juga kepiawaiannya menghimpun dana untuk aktivitas sosial bahkan mengagumkan. Gak percaya? Bulan Maret hingga Mei ia menjadi pioneer menurunkan DAG-DKI ke bumi, yang selama 2 tahun sejak lahirya 'hanya bisa' membantu negeri dengan opini.
Kelincahannya tak tertandingi, juga kepiawaiannya menghimpun dana untuk aktivitas sosial bahkan mengagumkan. Gak percaya? Bulan Maret hingga Mei ia menjadi pioneer menurunkan DAG-DKI ke bumi, yang selama 2 tahun sejak lahirya 'hanya bisa' membantu negeri dengan opini.
Ahi, dengan demikian adalah sosok pembaharu, kalau tidak mau disebut sebagai re-creator DAG-DKI. Begitulah berlangsung aktivitas sosial DAG-DKI mulai dari pembagian kompor gas gratis di rusun marunda, tambora hingga menjngkau para penjaga bendungan di waduk Riario.
Tampak sekilas bahwa Ahi mudah sekali mengumpulkan uang untuk kegiatan sosial, bahkan hanya lewat facebook. Hingga kata anggota Dewan Pembina DAG-DKI, Lisa Huang pernah bilang, "Si Ko Ahi emang hebat, bang. Tinggal dia goyang sekali, 200 ribu rupiah minimal masuk rekening DAG-DKI," seru Lisa sembari merujuk pada emo cewek gendut goyang yang biasa ia kirim di forum-forum pengurus dan member DAG-DKI kala itu.
Demikianlah bakti sosial pembagian kompor gratis hingga dua kali aksi sosial berupa "Pemberian Santunan untuk Anak-anak Yatim" yang dilangsungkan oleh DAG-DKI, masing-masing pada tanggal 23 Juni dan 15 Agustus 2015 lalu.
Tampak sekilas bahwa Ahi mudah sekali mengumpulkan uang untuk kegiatan sosial, bahkan hanya lewat facebook. Hingga kata anggota Dewan Pembina DAG-DKI, Lisa Huang pernah bilang, "Si Ko Ahi emang hebat, bang. Tinggal dia goyang sekali, 200 ribu rupiah minimal masuk rekening DAG-DKI," seru Lisa sembari merujuk pada emo cewek gendut goyang yang biasa ia kirim di forum-forum pengurus dan member DAG-DKI kala itu.
Demikianlah bakti sosial pembagian kompor gratis hingga dua kali aksi sosial berupa "Pemberian Santunan untuk Anak-anak Yatim" yang dilangsungkan oleh DAG-DKI, masing-masing pada tanggal 23 Juni dan 15 Agustus 2015 lalu.
Beberapa teman-teman yang pertama kali mengenal Ahi mengira bahwa Ahi adalah adik kandung Ahok. Bagaimana tidak, Ahi terlihat sangat mudah bertemu dengan sang gubernur idolanya.
Untuk mengumpulkan ratusan orang untuk mendukung Ahok adalah hal mudah bagi Ahi. Ia tinggal menjanjikan kepada para fans Ahok yang awalnya merasa gak pede untuk bertemu Ahok, "Ayo ikutan DAG-DKI. Loe beli merchandise kita ya. Nanti kalo lu udah beli dan pake kaos DAG, ntar gue temenin foto bareng pak Ahok. Kalau minta tandatangan juga boleh!" seru Ahi dengan rayuan mautnya.
Nyatanya memang terjadi. Ia degan sabar melayani fans Ahok untuk berfoto bersama dengan idola mereka. Ia bahkan pernah seharian menunggu Ahok hingga keluar dari kantornya demi mendapatkan foto bersama dan tanda-tangan tentunya.
Aneh bin Ajaib, pak Ahok seakan tak pernah menolak. Ia patuh saja. Bisa jadi karena tak minta apa-apa, selain memberi dukungan riil kepada idolanya itu. Atau, seperti kata ketua umum DAG-DKI, Ahmad Suryani, "Gue yakin, bang. Yang bikin Ahok gak bisa nolak itu, karena melihat wajah polosnya ko Ahi itu loh!"
Tampaknya Ahmad benar. Itu sama dengan yang dikatakan Djeni Ha dan kelompok ibu-ibu pengurus di DAG-DKI di atas. Ahi memang memiliki ekspresi yang apa adanya. Ia tergolong polos, namun ia tak suka bolos di tiap acara DAG-DKI.
Kepolosan dan ketulusannya itulah yang menjadi "roh"-nya DAG-DKI hingga pada detik ini masih bernyawa dan masih bisa mengadakan berbagai aksi nyata, misalnya saat minggu (3/10) lalu masih menyempatkan diri menyambangi seraya memberi sejumlah sumbangan bagi saudara-saudari kita, korban kebakaran di Tambora Jakarta.
Disela kesibukan DAG-DKI mengumpulkan photocopy 1jt KTP warga DKI demi menghantar Ahok menuju pencalonan Gubernur DKI pada tahun 2017 dari jalur independen, Ahi dan pengurus lainnya tetap bahu-membahu dan bersinergi untuk mendukung Ahok sebagai relawan murni.
Sungguh, sejauh mata memandang dan hati masih bersuara, cara yang ditempuh DAG-DKI untuk mengumpulkan KTP secara swadaya dan tanpa sepengetahuan tim Ahok, apalagi tak pernah meminta uang untuk sekedar membuak lapak di mall adalah cara yang "bergengsi" disaat banyak orang menuduh kalau teman dan pendukung Ahok adalah orang-orang bayaran.
Bersama Lusius Sinurat, Lisa Huang, Haditarruno Tirto, Teddy Arrifiandi, Andreas Benaya Rehiary, Ahmad Suryani, H. Ken Onisywa Oyama, Inggrid P. NikiJuluw, Yohanes, Tjhung Djulayla Soputri, Fify Rusli, Yessamah, Lyana Lukito, Etty, Arthur James Michiels, Johan, S Kom , Riris Setyoningtias dan semua sobat yang tak bisa disebut satu per satu, Suheryatno alias Ahi selalu komit mendukung pak Ahok, sejauh pak Ahok tetap pada koridor kebenaran sepeti sekarang ini.
Lusius Sinurat