"Someone like you" adalah judul salah satu lagunya Adele, penyanyi bule yang tenar karena suaranya cetar membahana.
"Seseorang menyukaimu" adalah kalimat yang sering kita dengarkan.
Dalam bahasa gombal yang ringan, saat menggoda seorang teman kita juga sering mengatakan kalimat yang sama kendati dengan sedikit genit, "Kayaknya dia tuh suka sama kamu" seraya menunjuk orang yang dimaksud.
Siapa pun senang bila bertemu orang baru lalu dirinya disukai. Eits, ini bukan soal geer-geeran nya anak muda yang selalu bisa menterjemahkan kata "suka" dan "cinta".
Ini tentang suka. Ya sama seperti "suka" pada tombol "LIKE" atau yang sering dikonversi dengan simbol like emotikon dalam Facebookmu. Bahwa kata kerja "menyukai" bisa diikuti kata "cinta" tentu saja mungkin.
"Seseorang menyukaimu" adalah kalimat tak langsung. Kalimat ini bersifat laporan atau pemberitahuan dari pihak ketiga kepada Anda.
Ini berarti kalimat ini membutuhkan konfirmasi: "Benarkah demikian atau, jangan-jangan dia bohong."
Dengan demikian kalimat "someone like you" mungkin harus ditambahkan "maybe" atau "I think". Sehingga kalimatnya menjadi "sepertinya ada seseorang yang menyukaimu" atau "kayaknya itu orang suka deh sama lu."
Di ranah pergaulan sosial, kalimat ini sering menjadi dijadikan sebagai afirmasi diri. Artinya, kalimat "ada orang yang menyukaimu" sering malah tak diikuti oleh pembuktian. Seseorang betah berhenti di situ, ya pada satu kalimat positif tadi.
Sementara hidup selalu berjalan dalam kehendak untuk bertanya demi mendapatkan jawaban yang diinginkan. Maka, kalau ada orang yang mengatakan "seseorang menyukaimu" tentu membutuhkan konfirmasi.
Akan berbeda bila orang yang bersangkutan secara langsung mengatakan "aku menyukaimu" kepada Anda. Bila ini yang terjadi bisa saja Anda tak perlu mengkonfirmasinya.
Para motivator yang jago orator sering menasihati kalau ada yang mengatakan kalimat itu maka Anda cukup mengatakan "terimakasih".
Sayangnya, di dunia bisnis dan politik. Kata "suka" tak selalu berbuah pada bertambahnya "customer"; atau dalam politik kalimat "seseorang menyukaimu" tak lantas berarti dia pasti memilihmu.
Untuk mengatasi paradoks antara "kalimat" dan "fakta" di atas, baik bisnis maupun politik mengadakan survei. Lewat survei tersebut diharapkan diperoleh jawaban yang mendekati kebenaran.
Loh kok mendekati kebenaran? Sebab hasil survei yang mengatakan "saya pasti membelinya" atau "saya pasti memilihnya" tak selalu simetris dengan jumlah customer atau voter yang diinginkan.
Di tataran inilah, baik bisnis maupun politik selalu berjalan dinamis di atas usaha mempromosikan barang/jasa (untuk politik) atau diri (untuk politik) demi mendapatkan customer bagi pebisnis dan voter bagi politisi.
Posting Komentar