Umpama atau umpasa Batak ini biasa diserukan sebagai doa berisi harapan.
Ya, biasanya umpasa memuat harapan dan doa bagi keselamatan/kesejahteraan si pendengarnya.
Contoh:
"Sahat-sahat ni solu
sahat tu BOTTEAN;
sahat hita mangolu
sai sahat ma tu panggabean"
"Sahat-sahat ni solu
sahat tu BOTTEAN;
sahat hita mangolu
sai sahat ma tu panggabean"
Bottean adalah tujuan atau ujung dari pencapaian. Bottean itu output dari tiap usaha seseorang. Bottean adalah tambatan solu (perahu, sampan), agar tidak hanyut terbawa riak ombak.
Berbagai cara pun akan dilakukan seorang "nahkoda" Solu, demi menggapai tujuannya. Di tiap sendi kehidupan dinamika macam ini wajar terjadi. Setiap orang ingin tujuan hidupnya tercapai. Begitu juga dengan para calon kepala daerah yang sedang mengikuti Pilkada 2020.
Untuk mencapai bottean dibutuhkan strategi. Bottean-nya jelas, tahta, jabatan publik, tapi juga sekaligus kursi pelayanan publik.Faktanya, setiap calon kepala daerah pasti ingin mencapai garis finish pencariannya, menju bottean.
Syukur, kalau akhirnya menjadi pemenang. Tak ada orang yang ingin kalah, termasuk dalam kontestasi politik ini.
Saat kontestasi berlangsung, sikut menyikut bisa terjadi. Kadang tampil dengan grasak-grusuk, tapi sering juga terjadi dengan senyap.
Ini serunya pesta lima tahunan ini. Masyarakat, khususnya calon pemilih disuguhi pertarungan seru antar kontestan yang punya tujuan yang sama: ingin menjadi gubernur, bupati atau walikota.
Seru. Pasti seru menyaksikan persaingan para paslon dalam meraih tahta. Ada pertarungan strategi untuk mendapatkan perhatian calon pemilih.
Ada yang mengandalkan kerja tim, memaksimalkan pengaruh dan ketenaran yang dimiliki sebelumnya, hingga melakukan jalan pintas membeli suara.
Semua ini dilakukan agar tiba di bottean dengan selamat: sampan ditambatkan dan pesta pemenangan dirayakan.
Serunya pesta demokrasi justru karena urusan menang-kalah tergantung dari pemilih. Itu sebabnya diberi masa perkenalan hingga masa kampanye kepada paslon untuk merebut hati pemilih.
Hasilnya pun tak tertebak. Belum tentu paslon dengan strategi ciamik dan nyentrik yang menang. Belum tentu juga paslon yang membeli suara secara tunai yang menang.
Pemenangnya adalah paslon yang sesuai dengan selera pemilih pada saat pencoblosan suara berlangsung.Benar, ada yang bisa dibeli atau dipengaruhi, tetapi tak sedikit juga yang memilih berdasarkan nuraninya.
Itu sebabnya dalam konsep demokrasi, pemenangnya adalah rakyat yang ikut memilih. Dan memang begitu seharusnya. Sebab, sejak perkenalan hingga masa kampanye, paslon sudah berbuat maksimal untuk merebut hati mereka.
Maka, saat pencoblosan di bilik suara, paslon harus membiarkan calon pemilih untuk memilih dengan bebas dan rahasia. Masa sih paslon tak percaya diri akan dipilih oleh mereka yang sudah berkomitmen akan memilihnya?
Betul, bisa terjadi sebaliknya. Mereka berhianat karena dibayar paslon lain. Tapi hal itu tak perlu ditangisi, tapi dievaluasi: jangan-jangan strategi yang mereka mainkan tak sesuai selera rakyat.
Untuk para paslon gubernur/walikota/bupati, mumpung masih ada waktu untuk mempersiapkan diri menuju Pilkada 2020 pada bulan Desember mendatang, mainkanlah strategimu.
Ada banyak jalan menuju Roma, begitu juga banyak cara menggapai Bottean, tahta yang menuntut Anda melayani banyak orang.