Ada juga yang memang menyukai postur tubuh yang gendut, entah karena memang formatnya dari sononya udah begitu, entah karena sudah berusaha langsing tapi tak berhasil, atau yang terakhir karena mereka memang pede aja dengan dirinya.
Namun tak dapat dipungkiri bahwa di jaman sekarang ada begitu banyak perempuan yang risau dan risih dengan postur tubunya yang gendut.
Namun tak dapat dipungkiri bahwa di jaman sekarang ada begitu banyak perempuan yang risau dan risih dengan postur tubunya yang gendut.
Jangankan gendut... berat badannya bertambah saja sudah pusing dan gelisah. Berbagai obat dicoba, berbagai terapi dilakukan, bahkan tak makan setiap malam pun dilakukan.
Ada yang berhasil menjadi lebih langsing. Ya, minimal berat badannya menurun. Dan biasanya mereka yang "berhasil" ini akan pamer kepada teman-teman perempuannya, bahkan kepada kekasih atau suaminya.
Rupanya, bukan hanya kaum perempuan loh yang diyan langsing. Sebagian kecil kaum lelaki juga kerap pusing dengan postur tubuhnya, apalagi perutnya tampak membuncit hingga geraknya pun tak lagi gesit.
Bagi orang awam, terutama mereka yang tidak mau fokus dengan ukuran tubuhnya, hasrat untuk memelihara tubuh dengan cara membangun ketakutan bahwa "gendut itu jelek" sungguh tak masuk akal !
Tak usah jauh-jauh. Di posko kami #SAHABATBONACENTER di Raya pun sama. 8 orang yang hampir setiap hari bertemu di posko sering melontarkan pertanyaan ini, "Bang, lihatlah perutku ini (sambil menjumput lemak-lemak di perutnya)... gendut banget ya? Stres aku, pak".
Terkadang juga sambil menunjuk kepada saya, sang sahabat pun mengevaluasi perkembangan perut sahabat yang lain, "Lihat dulu perutmu itu, bang.... Perut maju, pantat mundur ya!" adalah kalimat yang nyaris saban hari terdengar di sela-sela pekerjaan kami.
Entahlah, banyak orang, terutama kaum perempuan sangat menyukai tema "gemuk" atau "gendut" ini.
*****
Plato (429-437), seorang filsuf terbesar dalam sejarah filsafat Yunani Kuno, terkenal dengan Dualisme-nya. Dualisme Plato menegaskan bahwa manusia terdiri dari dua hakikat yang berlainan, yakni tubuh dan jiwa.
Bagi Plato, jiwa jauh lebih besar dari tubuh. Jiwa itu seharusnya berada di dunia, tempat yang lebih luas dari tubuh. Akan tetapi ketika jiwa mengalami inkarnasi (masuk ke dalam tubuh), maka jiwa tak lagi tinggal di dunia luas, melainkan terpenjara di dalam tubuh.
Kerapuhan dan inkonsistensi tubuh inilah yang kemudian menjadi penghalang bagi jiwa untuk mencapai kearifan dan kebijaksanaan. Pendeknya, tubuh pada kahirnya akan “membingungkan” manusia dalam usahanya mencari kebenaran.
Kok bisa? Pada dasarnya manusia selalu mengidamkan kebebasan. Itulah kerinduan jiwa kita, yakni terbebas dan pulang kembali memasuki dunia ide-ide (baca: berfilsafat, berpikir). Maka, demi tujuan hal tersebut manusia harus berusaha sebisa mungkin melepaskan diri dari belenggu tubuh yang memenjarakannya.
MEMENJARAKAN artinya MENUNTUT MANUSIA UNTUK SELALU MEMENUHI KEBUTUHAN TUBUH, seperti bersenang-senang, makan-minum banyak, dan tindakan lain yang bersifat “pemujaan” terhadap tubuh.
*****
Penjelasan di atas seakan membenarkan satu fakta, yakni bahwa "orang gemuk relatif lebih lamban bertindak daripada orang yang badannya proporsional atau kurus". Tuh, buktinya telah kusebutkan di atas: orang pusing dengan perut buncit atau badannya yang membengkak alias kegemukan.
Dari penjelasan filsafat tubuh di atas kiranya jelas mengapa orang gendut/gembuk selalu resah. Itu pasti karena ruang geraknya menjadi lamban. Tampaknya mereka yang kegemukan merasa perlu 'melangsingkan" penjara jiawanya itu.
Artinya, hasrat untuk memiliki tubuh yang proporsional inilah yang mendorong banyak perempuan atau lelaki yang merasa kegemukan untuk meninggalkan tubuhnya, yakni tubuh yang selalu mengarahkannya untuk mencari kesenangan, seperti makan dan minum.
Ada yang berhasil menjadi lebih langsing. Ya, minimal berat badannya menurun. Dan biasanya mereka yang "berhasil" ini akan pamer kepada teman-teman perempuannya, bahkan kepada kekasih atau suaminya.
Rupanya, bukan hanya kaum perempuan loh yang diyan langsing. Sebagian kecil kaum lelaki juga kerap pusing dengan postur tubuhnya, apalagi perutnya tampak membuncit hingga geraknya pun tak lagi gesit.
Bagi orang awam, terutama mereka yang tidak mau fokus dengan ukuran tubuhnya, hasrat untuk memelihara tubuh dengan cara membangun ketakutan bahwa "gendut itu jelek" sungguh tak masuk akal !
Tak usah jauh-jauh. Di posko kami #SAHABATBONACENTER di Raya pun sama. 8 orang yang hampir setiap hari bertemu di posko sering melontarkan pertanyaan ini, "Bang, lihatlah perutku ini (sambil menjumput lemak-lemak di perutnya)... gendut banget ya? Stres aku, pak".
Terkadang juga sambil menunjuk kepada saya, sang sahabat pun mengevaluasi perkembangan perut sahabat yang lain, "Lihat dulu perutmu itu, bang.... Perut maju, pantat mundur ya!" adalah kalimat yang nyaris saban hari terdengar di sela-sela pekerjaan kami.
Entahlah, banyak orang, terutama kaum perempuan sangat menyukai tema "gemuk" atau "gendut" ini.
*****
Plato (429-437), seorang filsuf terbesar dalam sejarah filsafat Yunani Kuno, terkenal dengan Dualisme-nya. Dualisme Plato menegaskan bahwa manusia terdiri dari dua hakikat yang berlainan, yakni tubuh dan jiwa.
- Tubuh mempunyai sifat yang rapuh, mudah berubah, tidak tetap. Tubuh, masih menurut Plato, adalah gambaran tentang realitas di dunia yang selalu berubah.
- Jiwa adalah sesuatu yang kasat mata, tetap dan abadi. Jiwa sendiri adalah gambaran mengenali ide-ide dan kerinduan untuk mencapai kearifan dan kebijaksanaan.
Bagi Plato, jiwa jauh lebih besar dari tubuh. Jiwa itu seharusnya berada di dunia, tempat yang lebih luas dari tubuh. Akan tetapi ketika jiwa mengalami inkarnasi (masuk ke dalam tubuh), maka jiwa tak lagi tinggal di dunia luas, melainkan terpenjara di dalam tubuh.
Kerapuhan dan inkonsistensi tubuh inilah yang kemudian menjadi penghalang bagi jiwa untuk mencapai kearifan dan kebijaksanaan. Pendeknya, tubuh pada kahirnya akan “membingungkan” manusia dalam usahanya mencari kebenaran.
Kok bisa? Pada dasarnya manusia selalu mengidamkan kebebasan. Itulah kerinduan jiwa kita, yakni terbebas dan pulang kembali memasuki dunia ide-ide (baca: berfilsafat, berpikir). Maka, demi tujuan hal tersebut manusia harus berusaha sebisa mungkin melepaskan diri dari belenggu tubuh yang memenjarakannya.
MEMENJARAKAN artinya MENUNTUT MANUSIA UNTUK SELALU MEMENUHI KEBUTUHAN TUBUH, seperti bersenang-senang, makan-minum banyak, dan tindakan lain yang bersifat “pemujaan” terhadap tubuh.
*****
Penjelasan di atas seakan membenarkan satu fakta, yakni bahwa "orang gemuk relatif lebih lamban bertindak daripada orang yang badannya proporsional atau kurus". Tuh, buktinya telah kusebutkan di atas: orang pusing dengan perut buncit atau badannya yang membengkak alias kegemukan.
Dari penjelasan filsafat tubuh di atas kiranya jelas mengapa orang gendut/gembuk selalu resah. Itu pasti karena ruang geraknya menjadi lamban. Tampaknya mereka yang kegemukan merasa perlu 'melangsingkan" penjara jiawanya itu.
Artinya, hasrat untuk memiliki tubuh yang proporsional inilah yang mendorong banyak perempuan atau lelaki yang merasa kegemukan untuk meninggalkan tubuhnya, yakni tubuh yang selalu mengarahkannya untuk mencari kesenangan, seperti makan dan minum.
Namun sayang sekali, terutama bagi mereka yang sudah dari sononya terlahir gemuk begitu terobsesi untuk kurus. Kelompok orang yang kusebutkan terakhir, mengutip Plato -- adalah kelompok pemuja tubuh.
Semoga sahabat dumay tak terjangkit virus "pemuja tubuh" yang memandang penampilan jauh lebih hebat dari isi yang terkandung dalam jiwa Anda.
Semoga sahabat dumay tak terjangkit virus "pemuja tubuh" yang memandang penampilan jauh lebih hebat dari isi yang terkandung dalam jiwa Anda.