Benarlah ungkapan "tak ada yang gratis dalam politik" ketika uang hampri tak bisa dipungkiri sebagai media transaksi.
Mau tak mau kita harus paham bahwa politik adalah pembauran market antara pembeli kekuasaan dan penjual jasa meraih kekuasaan. Politik adalah transaksi, dan transaksi adalah politik. Ini hukum abadi dunia politik.
Dalam sudut pandang sosio-psikologis. pertandingan meraih kekuasaan tak lain adalah perjuangan seseorang meraih kepuasan, entah kepuasan dirinya sendiri, entah kjepuasan orang yang mengusungnya, entah demi kepuasan masyarakat yang kelak akan dipimpinnya (kalau ia menang).
Di titik inilah pertandingan menuju tahta kepemimpinan bisa dipahami juga sebagai peziarahan menggapai kepuasan diri. Nah bagi mereka yang berhenti sampai di sini, politik adalah titik kulminasi dari pencapaiannya. Satu-satunya hal yang ia takutkan setelah masa bertahtanya usai adalah keharusannya untuk turun.
Falsafah bahwa "hidup itu seperti roda" tak bisa diterima akal oleh mereka yang sedang menjabat dan ingin menjabat untuk kedua, ketiga, keempat atu kelima kalinya.
Secara psikospiritual, bertarungan menjadi 'pelayan' masyarakat bisa juga dimaknai sebagai "ujian" bagi daya juang, kejujuran pada diri sendiri, dan serentak kesiapan diri untuk mengalami aloneliness dan loneliness, kesendirian dan kesepian.
Ingat, di politik musuh yang sesungguhnya adalah orang terdekat kita. Data dan fakta menegaskan bahwa seorang politikus sejati adalah mereka yang siap dimusuhi orang terdekatnya, bahkan dibunuh oleh teman seranjangnya.
Tak ada perkawanan sejati dalam politik, juga niscaya ketulusan yang murni bisa mempermudah jalan seseorang menjadi pemimpin. Tetapi selalu ada peluang untuk melakukan yang sebaliknya: meraih kekuasaan tanpa transaksi uang atau tanpa melobi rakyat dengan kebohongan "atas nama kemajuan" dengan seratus atau sejuta rupiah.
Secara psikospiritual, bertarungan menjadi 'pelayan' masyarakat bisa juga dimaknai sebagai "ujian" bagi daya juang, kejujuran pada diri sendiri, dan serentak kesiapan diri untuk mengalami aloneliness dan loneliness, kesendirian dan kesepian.
Ingat, di politik musuh yang sesungguhnya adalah orang terdekat kita. Data dan fakta menegaskan bahwa seorang politikus sejati adalah mereka yang siap dimusuhi orang terdekatnya, bahkan dibunuh oleh teman seranjangnya.
Tak ada perkawanan sejati dalam politik, juga niscaya ketulusan yang murni bisa mempermudah jalan seseorang menjadi pemimpin. Tetapi selalu ada peluang untuk melakukan yang sebaliknya: meraih kekuasaan tanpa transaksi uang atau tanpa melobi rakyat dengan kebohongan "atas nama kemajuan" dengan seratus atau sejuta rupiah.
Posting Komentar