Di salah satu grup fesbuk, grupnya Marga Sinurat tiba-tiba ada undangan perayan Natal marga yang diadakan awal Desember kemarin ini. Saya hanya berkomentar di bawah undangan, begini, "Na so adong do Katolik na marmarga sinurat i grupta on?" (Apakah tidak ada satu pun bermarga Sinurat yang beragama Katolik di grup ini?).
Salah satu member menjawab dengan sopan, "Adong do nian ito. Alai boha ma bahenon, ai molo taban di tanggal 25 Desember bah dang mungkin, ala mulak do sude hita tu huta sahat tu Taon Baru." (Ada sih bang. Tapi mau gimana lagi, soalnya kalau kita adakan tanggal 25 Desember pasti pada enggak bisa ikutan... tanggal 25 Desember hingga Tahun baru kita semua pada mudik).
Kenyataannya saya pernah 2 tahun tinggal dan bertugas di kota Medan. Isu marga emang selalu menarik khususnya di sumatera utara.
Perkumpulan marga terkadang jauh lebih menarik bagi masyarakat di sana ketimbang perkumpulan atas nama Gereja. Tak heran bila ada Natal parsial per marga atau per perkumpulan rumpun marga, entah Natal Parna, Natal Merga Silima, Natal Siraja Oloan, Natal Sihombing, dst.
Belum lagi ada perayaan Natal di kantor masing-masing, atau di kumpulan muda-mudi berdasarkan daerah atau berdasarkan marga tertentu.
Begitu banyak perayaan Natal ! Rasanya tak cukup diarayakan dalam 1 bulan. Sementara masa Natal dalam Tahun Liturgi hanya kurang lebih 2 minggu (dari 25 Desember hingga minggu "Efifani - Perayaan Yesus Dipersembahkan di Bait Allah" yang jatuh pada minggu pertama atau minggu kedua bulan Januari)
Lantas kapan dan di mana semua perayaan Natal tadi dirayakan? Di gereja? Enggak tuh. Yang ada juga biasanya dirayakan di rumah-rumah atau menyewa gedung-gedung murah bagi yang rada keren dan gedung mewah bagi mereka yang rada kaya atau berbakat jadi orang gengsi.
Begitulah perayaan Natal menjadi sangat berantakan. Begitu banyak perayaan Natal telah terlaksana, bahkan jauh hari sebelum perayaan kelahiran yang telah disepakati dan ditetapkan oleh gereja sehingg pada "hari H" perayaan Natal (malam tanggal 24 Desember-25 Desember) orang sudah lelah dan tak lagi punya daya untuk hadir di gereja.
Seperti telah saya sebutkan di atas, perayan Natal telah jatuh menjadi perayaan-perayaan parsial dan juga oleh kelompok parsial, entah berdasar tempat kerja, lingkungan sekitar, instansi pemerintah, atau kelompok-lain ekslusif. Di titik ini, pola perayaan Natal telah memporak-porandakan makna Natal itu sendiri. Lanjut Baca!
Posting Komentar