Aku Ahok,
aku ingin marah tapi banyak orang di negara yang kucintai ini tak sudi dimarahi, bahkan ketika mereka tahu bahwa mereka salah.
Aku Ahok,
aku ingin menegaskan kepada masyarakat bahwa kenyamanan yang selama ini mereka nikmati itu bersifat semu, dan perlu dikritisi lagi bersama-sama, demi menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Benar, bahwa aku selalu risih dengan kondisi yang ada, ketika para perampok, penjahat, dan bajingan-bajingan hidup nyaman di atas penderitaan masyarakat yang terpinggirkan dan tersingkirkan.
Aku Ahok,
aku tak menyangkal satu kenyataan bahwa aku memang hidup berkecukupan: keluargaku bahagia, istriku cantik dan baik, anak-anakku juga bertumbuh dengan baik. Tetapi aku juga sadar bahwa panggilanku dari yang Mahakuasa untuk membantu masyarakat, terutama mereka yang terpinggirkan oleh efek kapitalisme global, dengan cara membasmi dan meluluh-lantakkan ketidakadilan dan ketidakbenaran yang telah lama dipraktikkan di negeri ini.
Aku Ahok,
aku sungguh sadar apa itu resiko menjadi 'gembala di tengah serigala'! Aku sungguh tahu betapa besar resiko yang kutanggung untuk tugas mulia ini. Aku harus siap dibenci karena kata-kataku yang menggoyang kenyamanan banyak orang, terutama mereka yang doyan merampas hak orang lain. Aku juga sadar bahwa ketegasanku - yang sebenarnya sih biasa aja menurutku - akan menyinggung perasaan segelintir orang yang hidupnya di dunia abu-abu.
Aku Ahok,
aku sadar bahwa selama puluhan tahun negeri ini telah berkelana dalam kepmimpinan yang penuh kepura-puraan. Ya, tak ayal lagi kalau negeri ini dipimpin dengan mentalitas seorang 'penjaja barang yang menawarkan barang lewat senyuman' hanya agar dagangannya laku. Lebih dari itu, selama puluhan tahun, aku melihat sebuah realitas paradoksal yang ditampilkan oleh hampir semua pejabat negeri ini, yaitu membunuh masyarakat dengan cara yang dingin. Ya... membunuh dengan menyunggingkan senyuman kematian ala mafia kelas kakap.
Aku Ahok,
di Jakarta, di tempat aku menjadi wakil dari seorang pejabat tangguh yang kukagumi, bernama Jokowi, masyarakat begitu lama dininabobokan oleh bangunan megah alun-alun kota yang membentangkan keangkuhan paham kapitalisme.
Seakan-akan, di saat lapar masyarakat cukup menatap emas di atas Monas, atau di saat kehidupan ekonomi melambat masyarakat cukup memelas kepada para eksekutif di atas gedung-gedung tinggi yang mengontrol bisnis dan mengawasi siapa saja yang membangkang pada kekuasaan mereka.
Aku Ahok,
Aku bersyukur hidup di erah pemerintahan Gus Dur yang memberikan perhatiannya lebih pada dunia bawah, yang membuka tabir kemajuan masyarakat dengan cara yang seimbang, tanpa pusing dengan urusan mayoritas versus minoritas di tatanan SARA.
Aku kagum pada Gus Dur, bukan karena dia memanusiakan minoritas warga keturunan China yang sudah terlanjur dikenal licik dan pelit hingga membuat hidup masyarakat jadi pelik. Aku mengagumi beliau, juga bukan karena ia memberikan hak dan kewajiban yang sama kepada masyarakat di Nusanatara ini.
Aku berterimakasih kepada Gus Dur justru karena dengan idenya yang tulus aku mendapat kesempatan berbakti bagi negeri ini, menjadi gembala bagi masyarakat Jakarta, bahkan dengan resiko siap diterjang serigala-serigala penikmat harta dan kuasa dengan cara-cara yang kejam.
Aku Ahok,
andai saja mereka tahu! Andai saja semua masyarakat tahu -- terutama para intelektual yang menjual kepintaran mereka demi uang dan kuasa-- apa yang sesungguhnya ingin kukatakan dan kulakukan.
Aku hanya ingin membantu masyarakat, khususnya yang bersentuhan langsung dengan kepemimpinanku di DKI Jakarta, agar hidup mereka lebih baik. Itu saja. Tak ada yang lain.
Apabila hal itu berlangsung baik, aku ingin agar caraku dan Jokowi dalam memimpin negeri ini tersebar ke seluruh penjuru negeri, agar seluruh masyarakat Indonesia juga turut menikmati kekayaan alam yang terkandung di bumi pertiwi nan mahakaya ini.
Aku Ahok,
banyak orang mengatakan aku ini sombong dan pongah. Aku tidak marah dengan anggapan itu. Karena itu bukan datang dari mulut masyarakat yang menghendaki kemajuan dan kesejahteraan. Aku tahu benar bahwa tuduhan itu berasal dari mereka yang sudah sepanjang hidupnya nyaman dalam perselingkuhan mereka dengan para petinggi negeri, bak Bunda Putri yang menata gerak-gerik pejabat di belakang layar pemerintahan.
Aku Ahok, dan aku sungguh Ahok!
Filosofi hidupku adalah 'Mengatakan YA di atas YA dan TIDAK di atas TIDAK!" Aku tega mengatakan 'bajingan' untuk siapa saja yang telah menafikan keadilan dan berpelukan dengan kenistaan dan kebohongan.
Aku juga rela dihujat ketika mengatakan 'calon bajingan' kepada remaja yang sudah terbiasa berbuat onar dan bahkan membunuh sesama remaja lainnya dalam tawuran. Tentu, aku juga bisa terima kenyataan ketika didemo oleh para pengusaha yang bisnisnya mulai terusik dengan 'kalkulasi profit' mereka yang aku paksa dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat !
Ya, aku adalah Ahok, dan memang aku Ahok!
biarlah aku memimpin negeri ini bersama Jokowi dengan cara yang bersahaja. Sebab aku percaya cara seperti inilah yang kini dibutuhkan di bumi pertiwi.
Aku Ahok,
aku sadar bahwa melawan ketidakadilan itu harus dengan cara yang tegas, sembari aku juga sepenuhnya mengamini apa yang Anda amini, yakni bahwa ketika negeri ini dipenuhi oleh ketidakadilan yang paling akut, maka ketegasan seorang jenderal dan ketulusan seorang nabi sangat dibutuhkan.
Aku Ahok,
dan kepada seluruh penjuru negeri ini saya hendak mengajak masyarakat seluruhnya agar kita bersepakat untuk meluluh-lantakkan ketidakadilan dan membombardir segala kebohongan demi kebaikan kita bersama.
Aku memang seorang Ahok,
dan maaf bila kata-kata ku agak menohok
tapi itu jauh lebih penting daripada kita semua tetap hidup bak seorang borokokok!
Semarang, 22.11.13 #15.22
Posting Komentar