Tadi malam saya iseng-iseng mengantar teman ke sebuah toko penjualan alat komunikasi di sebuah mall di Semarang tercinta ini. Tentu saja saya bukan membeli alat komunikasi terbaru dan super-duper canggih itu. Lagi bokek soalnya hahahaha.... Lantas apa yang saya pelajari di sana?
Pertama, saya belajar tentang banyak hal tentang strategi berdagang dari mereka yang bukan alumni MM, MBA, pun bukan lulusan S1 dengan banyak embel-embel di belakang dan di depan namanya; sebaliknya saya tidak belajar tentang fluktuasi harga handphone, BB, laptop, notebook, android, note, dan sejenisnya.
Saya justru belajar strategi bisnis dari mereka yang sudah 'lumutan' dengan pengalaman mereka di bidang masing-masing. Bukan hanya satu atau dua orang, tapi saya belajar dari banyak pedagang yang lincah dan selalu berdiri di belakang meja mereka dengan senyum merekah. Kebanyakan dari mereka yang saya kenal bukanlah orang-orang 'pemakan' banyak buku atau 'pengunyah' software ponsel atau pencipta alat komunikasi terbaru a la didikan Samsung. Bukan.
Mereka kebanyakan adalah lulusan SD, SMP dan SMA/SMK dengan nama sekolah yang sulit Anda cari di daftar sekolah resmi di negara kita yang dikeluarkan oleh pihak Depdikbud setiap tahunnya. Pendek kata, tampang mereka tak lebih dari tampang lebih cocok sebagai tampang "gue kagak tau ape-apa" daripada tampang "gue tau segalanya".
Kedua, saya belajar satu hal yang sangat penting: mereka berdagang jujur apa adanya dan jadi dirinya sendiri. Kalau kebanyakan orang akan bertutur garang setelah mereka berhasil, tidak begitu dengan mereka yang saya temui di mall favorit bagi para pencinta barang 'canggih' di Semarang sini.
Kedua, saya belajar satu hal yang sangat penting: mereka berdagang jujur apa adanya dan jadi dirinya sendiri. Kalau kebanyakan orang akan bertutur garang setelah mereka berhasil, tidak begitu dengan mereka yang saya temui di mall favorit bagi para pencinta barang 'canggih' di Semarang sini.
Para pedagang ponsel atau laptop yang saya kenal di sana akan dengan gamblang menunjukkan pembukuan-nya dan mengatakan mereka 'hanya' mendapat untung 'sekian' tanpa peduli orang lain akan berpendapat apa.
Mereka dengan sabar melayani para user (istilah untuk konsumen alat komunikasi dan barang elektronik) atau para re-seller (pemilik counter yang akan menjual barang yang mereka beli dengan harga yang lebih tinggi) yang berlalu lalang di depan toko mereka sembari bertanya ini dan itu tentang BB, Samsung, dan alat komunikasi canggih dan terbaru lainnya.
Terkadang kita akan tertawa dengan cara mereka mengeja istilah-istilah bahasa Inggris dengan spelling ala mereka sendiri. Tapi aneh dan ajaib. Jarang sekali user yang mengoreksi atau membantah cara mereka mengeja bahasa asing itu. Kok bisa ya? Kuncinya adalah mereka jujur dengan dirinya.
Ketiga, saya belajar cara mereka berdagang: mereka tidak sekedar menjual alat komunikasi buatan Kanada, Korea, Jepang, Cina atau buatan negara-negara maju sana; mereka justru menjual "keluguan" mereka. Yang penting mereka menjual diri mereka yang lugu dan tidak kelihatan sok tau.
Ketiga, saya belajar cara mereka berdagang: mereka tidak sekedar menjual alat komunikasi buatan Kanada, Korea, Jepang, Cina atau buatan negara-negara maju sana; mereka justru menjual "keluguan" mereka. Yang penting mereka menjual diri mereka yang lugu dan tidak kelihatan sok tau.
Sebaliknya banyak dari kita para user juga beberapa pedagang lain yang begitu hafal dengan tipe HP, BB, Iphone, dsb dengan cepat dan tepat. Bahkan tak jarang justru para user yang menghafal spec. barang-barang itu, bahkan semua produk alat komunikasi terbaru sekalipun akan dengan tangkas dihafal oleh para (calon) pembeli itu. Sebaliknya dari bebeberapa seller yang saya kenal, kebanyakan mereka tak sepintar para user untuk menguasai apa yang mereka jual.
Tetapi dengan bermodalkan kepolosan tadi, mereka malah banyak belajar dari user - terkadang juga dengan minta bantuan mbah Google. Dan apa yang terjadi, - seperti sudah saya singgung di atas, mereka belajar banyak dari para user mereka.
Keempat, saya belajar dari para pedagang tak berpendidikan tinggi ini tentang trik berdagang terbaik, yakni 'jangan serakah' atau mengambil kesempatan dengan menaikkan harga ponsel tertentu di kala banyak user yang mencarinya.
Mereka konsisten dalam mengambil keuntungan. Mungkin Anda bisa bertanya kepada saya, apakah hal itu benar atau tidak? Tapi saya menjamin kalau hal itu benar. Seorang teman distributor dan pedagang HP di sana bahkan tak segan menujukkan laporan penjualan harian nya lengkap dengan harga dasar dan laba yang dibutuhkannya.
Saya langsung percaya saja, karena memang harga jual barang yang sama yang ia jual selalu lebih murah dibanding harga barang yang sama di toko lain. Dengan mengecek hargai asli di situs resmi dari merek dagang dan harga jual di Indonesia dan juga harga online yang berjubel di internet (kadang jelas tapi lebih sering tidak jelas), Anda akan mengetahui kalau harga di toko teman satu ini memang lebih murah.
Apakah si teman tadi merusak harga pasar? Tidak juga, justru mereka yang kebanyakan menjual dengan harga yang lebih mahal itu yang merusak pasar. Kok bisa? Tentu saja, karena mereka ingin cepat menjadi orang kaya, sekalipun hanya menjual sedikit ponsel, misalnya.
Apakah si teman tadi merusak harga pasar? Tidak juga, justru mereka yang kebanyakan menjual dengan harga yang lebih mahal itu yang merusak pasar. Kok bisa? Tentu saja, karena mereka ingin cepat menjadi orang kaya, sekalipun hanya menjual sedikit ponsel, misalnya.
Mereka yang membohongi user dengan pengetahuan mumpuni yang mereka miliki untuk menjelaskan produk tertentulah yang merusak pasar. Sementara, mereka yang berdagang dengan modal kejujuran dan kepolosan itulah yang memperbaiki pasar. Soalnya, bila harga yang jual selalu berpatokan pada tingkat penawaran dan permintaan.
Semoga ini menginspirasi Anda, terutama para sahabat yang ingin membuka usaha dagang.
Lusius Sinurat
Semoga ini menginspirasi Anda, terutama para sahabat yang ingin membuka usaha dagang.
Lusius Sinurat
Posting Komentar