Manusia lahir dari kepastian. Adam dan Haw mengalami (suasana) nyamannya rahim Firdaus. Kitapun, normalnya 9 bulan berada dalam kepastian itu. Kepastian itu hanya akan kita alami dalam kematian.
Kelahiran, keluar dari rahim ibu, membawa kita kepada ketidakpastian, ketidaknyamanan: akan menjadi apa kita kelak? Apa yang saya makan? Siapa orangtuaku sesungguhnya? Apakah aku akan bahagia? dst.
Sebagaimana Adam-Hawa dibuang dari zona amannya yang pasti di Taman Eden karena mereka dikaruniai akal budi (kebebasan untuk memilih), kita pun dimasukkan ke situai tidak menentu/ tidak pasti karena kita sama seperti Adam-Hawa. Sebagai bagian dari ciptaan, kaum mudapun turut dan harus tunduk pada hukum alam itu.
Akal Budi dan Situasi Ketidakpastian
Akal budi yang dimiliki manusia melahir kesadaran akan dirinya dan sesamanya, masa lampau-kini-kemungkinan dimasa yang akan datang, tiap hidupnya, kelahiran yang tak dikehendakinya, kesendiriannya (aloneliness), keterpisahannya dan kesepiannya(loneliness), serta ke-tidakberdayaan-nya (helplessness).
Akal Budi dan Situasi Ketidakpastian
Akal budi yang dimiliki manusia melahir kesadaran akan dirinya dan sesamanya, masa lampau-kini-kemungkinan dimasa yang akan datang, tiap hidupnya, kelahiran yang tak dikehendakinya, kesendiriannya (aloneliness), keterpisahannya dan kesepiannya(loneliness), serta ke-tidakberdayaan-nya (helplessness).
Kesadaran ini membuatnya gelisah, merasa malu, merasa bersalah dan merasa asing satu sama lain (Adam-Hawa malu karena tahu mereka telanjang)
Gereja dan Kaum muda : Persahabatan yang Alami
Gereja dan Kaum muda : Persahabatan yang Alami
Gereja sebagai perkumpulan/persekutuan orang-orang beriman kepada kristus lahir secara alami: bergerak dari kepastian ke ketidakpastian. Kaum muda, sebagai bagian vital dari persekutuan itu juga tidak kuasa mengelak proses natural itu.
Ia harus menjadi anak-anak-remaja-dewasa dan kelak sebagai orang tua dan meninggal (kalau dikehendaki Allah. Sebagai bagian dari Gereja, dengan kesadaran eksistensinya, kaum mudapun kerap merasa terasing (diasingkan) dari Gereja. Mereka-dalam banyak kasus-merasa terasing dari:
Ia harus menjadi anak-anak-remaja-dewasa dan kelak sebagai orang tua dan meninggal (kalau dikehendaki Allah. Sebagai bagian dari Gereja, dengan kesadaran eksistensinya, kaum mudapun kerap merasa terasing (diasingkan) dari Gereja. Mereka-dalam banyak kasus-merasa terasing dari:
- Eksistensinya sebagai umat katolik
- Masyarakat (umat) yang beragam latar belakang
- Agama-agama mayoritas diluar agamanya
- Ritus-ritus (liturgi) dan sakramen yang tak pernah dialami/dihayatinya
- Allah yang ia imani
- dll
Ketidakmauan, bukan ketidakmampuan, belajar mengatasi sebab-sebab dari keterasingan itu. Kemungkinan-kemungkinan yang timbul sebagai penyebabnya adalah:
- Rasa malu sebagai mayoritas, keterbatasan potensi/talenta, tampilan fisik-psikologis –nya, dst.
- Rasa bersalah yang berlebihan karena tidak mampu menjalani kehendak Allah (baca: ajaran Gereja), karena merasa tidak layak, dst.
- Gelisah dan meragukan kebenaran (merelatifkan kebenaran, juga iman akan Allah); untuk apa berbuat baik, berperilaku adil, bertindak jujur, dst.
Bentuk-bentuk pelarian kaum muda dari Gereja
Salah satu alasan yang kerap tampil kepermukaan adalah Gereja (kaum Religius, pemuka agama) tidak mampu menjadi teladan bagi kaum muda. Karena merasa tidak puas, merekapun mencoba hal-hal baru, termasuk menelusuri kebelakang, kemasa lalu (back to nature/tradition/culture):
- Kembali mendalami tradisi/asm asli
- Idiolatry: penokohan yang berlebihan
- Perang dengan institusi gereja
- Menolak asketisme, demi hedonisme
- Teropsesi bekerja demi uang
- Mengimani hasil kreativitas-artistik dari seniman-seniman (artist) sebagai pintu menemukan Allah
- Menjadikan kemutakhiran produk-produk canggih teknologi sebagai TUHAN yang selalu hadir dalam digit, suara, dan gambar-gambar virtual.
- Pelayan masyarakat (LSM, NGO)
- Mendampingi orang-orang tersingkir/miskin
- Mengembangkan potensinya
- Membantu mereka yang ditimpa bencana
- dll.
Gereja Mencintai Kaum Muda
Gereja (kitab suci-Retus-magisterium) tak mungkin membenci umatnya. Sebagai bukti bahwa Gereja sangat mencintai kaum muda adalah keterbukaan Gereja bagi kaum muda (siapapun) yang ingin mengimani Allah dalam hidupnya. Alasan untuk saling mencintai anatara Gereja-umatnya (kaum muda) karena
- Perlunya kesatuan simbiosis (symbiotic union) diantara mereka
- Analogi: ibu hamil dengan janinnya mereka dua tapi satu, tunggal bersama, simbiosis mutualisme (saling membutuhkan)
- Kaum muda = janin = memenuhi kebutuhannya dari ibunya. Gereja = ibu = memenuhi kebutuhan janin: memberi makan (hidup), melindungi si janin sekaligus mengangkat/menghidupi dirinya sendiri
Cinta itu sesuatu yang abstrak, dan menjadi suatu tindakan/aktivitas produktif dalam “mencintai” yang mengimplikasikan tindakan-tindakan berikut.
Tindakan-tindakan tersebut diatas menggiring kedua belah pihak untuk bertanggungjawab, saling memelihara, menaruh rasa hormat, memperkaya pengetahuan, dan membantu pertumbuhan diantara mereka.
Akhirnya, mencintai, tepatnya saling mencintai diantara keduanya mengandaikan keduanya keintiman dibawah kondisi pemeliharaan integritas masing-masing.
*****
Catatan akhir
Ada 2 modus “mencintai”, yakni
*****
Catatan akhir
Ada 2 modus “mencintai”, yakni
1. Memiliki (to have – having )
- Mengacu pada benda/hal-hal (thing)
- Dapat diungkapkan , dilukiskan , dan dilihat
- Ada upaya membatasi kebebasan “obyek” yang dicintai
- Memenjarakan, mengontrol, mencekik
- Melemahkan, membuat mati lemas
- Membunuh obyek yang dicintai
- Term “mencintai” menyembunyikan kenyataan bahwa orang (tersebut) sesungguhnya tidak mencintai yang lain maupun dirinya
- Mengacu pada pengalaman
- OK, tidak terlukiskan
- Menghargai keunikan pribadi yang dicintai
- Term “mencintai” = saling memberi, saling merangsang
- (celus): mencintai = mempromosikan subyek yang dicintainya, mendorong lahirnya manusia baru.
Posting Komentar