Tak mudah untuk jatuh tapi tersenyum. Dalam sebuah pertandingan sepakbola, seorang striker bernama Francesco Totti, misalnya memahami "kejatuhan di kotak pinalti sebagai senyum, terutama bila berbuah pinalti.
Namun tak semua pemain bola punya pemahaman yang sama. Wajah dan ekspresi wajah Ronaldinho tetap saja tersenyum, entah jatuh di kotak pinalti maupun diluar kotak pinalti.
Itu sebabnya kebanyakan dari penikmat sepakbola lebih memilih senyum Ronaldinho dibanding senyumnya Francesco Totti.
Beda lagi dengan senyumnya orang Indonesia. Dosen saya, Romo Fabianus menuturkan kisah menarik berikut ini.
Pada suatu hari almarhum Paus Johanes Paulus II mengundang para uskup dari seluruh dunia untuk menghadiri sebuah rapat penting. Pada sesi terakhir meraka harus memutuskan suatu perkara penting.
Paus bertanya dan minta pendapat dari para pejabat Gereja itu. Utusan Eropa mendapat giliran pertama, disusul para uskup utusan Amerika Latin, Afrika…hingga tiba saatnya giliran utusan Indonesia.
Singkat cerita, utusan Indonesia tampil berbeda dari yang lain. Jawaban dan tanggapan yang disampaikan para uskup Indonesia itu membuat paus sedikit bingung dan kurang yakin dengan pendapat yang baru saja didengarkannya. Tentu saja, karena para Uskup Indonesia itu hanya senyam-senyum.
Bagi Levi Struss, permainan yang kompetitif akan berakhir dengan tegaknya perbedaan yang kalah dan yang menang. Pertandingan, dengan kata lain, berarti memisahkan. Tetapi, memisahkan tidak sama dengan meniadakan.
Maka, sang pemenang baru menjadi juara pada saat ia menghargai dirinya sendiri, yakni ketika dalam ikhtiar ntuk menang, ia menunjukkan diri berani untuk rekonsiliasi.
Pada saat terjadi pertandingan antara kesebelasan Inggris vs Portugal pada Piala Dunia 2006 di Jerman, terjadi perkelahian hebat antara Wayne Rooney-Cristiano Ronaldo yang berakibat kartu merah bagi Rooney.
Padahal keduanya bermain di klub yang sama, Mancester United. Tapi selanjutnya kita tahu, usai perhelatan itu, Rooney dan Ronaldo kembali bermain untuk klub mereka.
Semuanya terjadi karena keberanian untuk rekonsiliasi dari keduanya.
Bandung Menjelang "HR. Salib Suci"
Kamis, Sep 13, 2007 Pukul 5:58 am
Posting Komentar