Yohanes dari Salib pernah mengatakan bahwa tidak mungkin Mencintai Allah yang tidak kelihatan, sambil tidak mencintai sesama yang kelihatan. Hal ini juga diamini oleh St. Teresa Avila, semakin orang menjadi suci, maka semakin baik dalam kehidupan sehari hari sebab semakin kita kudus, semakin kita mengetahuio cinta Allah pada kita, maka kita lebih bisa mencintai sesama dengan mutu cinta yang sama seperti yang Tuhan telah berikan pada kita. Adalah tak mungkin mencintai Tuhan tanpa mencintai sesama.
Mencintai Allah tentu harus sejalan dengan mencintai sesama, sebab cinta yang kita berikan kepada sesama tak akan mengganggu atau mengurangi cinta kita terhadap Allah. Sebaliknya malah justru memperkaya. Dalam bahasa Inggris kata kerja LOVE punya dua arti. Pertama, saya mengatakan I love NgopDoel, itu karena NgopDoel memberikan sesuatu yang membuat saya senang nongkrong di sana. Ada ego di sana, dan fokusnya adalah diriku sendiri (selfish). Kedua, I love God atau I love Ira, ini berarti saya mau melakukan apa saja yang bisa menyenangkan Allah, begitu juga dengan si Ira. Dalam praktik ini yang menonjol adalah selfless, sebab tak ada ego di sana. Mengenai arti pertama, St. Teresa menegaskan, karena dosa asal, maka fokus orang adalah diri sendiri. Namun, melalui doa, fokus kita akan diubah dan kembali kepada Allah.
Bagi banyak orang, agama mengajarkan untuk berelasi dengan Allah. Tapi mereka tak menyadari bahwa relasi dengan Allah harus dinyatakan dengan cinta pada sesama. Teologi, dengan demikian, harus turun ke ranah praksis. Teologi tak boleh berhenti untuk sekedar mengetahui siapa Allah, tetapi serentak teologi harus menemukan Allah dalam hidup sehari-hari (spiritualitas). Spiritualitas menekankan bagaimana kita berelasi dengan Allah serta bagaimana kita berelasi dengan sesama dalam keseharian kita.
Posting Komentar