Baru saja siswa-siswi SMA/SMK sederajat selesai mengikuti ujian negara. Ada dua hal yang mereka nantikan dan harus mereka pikirkan selanjutanya, yakni pengumuman lulus tidaknya mereka UN bulan lalu dan mau kuliah di mana kalau sudah tamat SMA?
Kedua hal ini sebenarnya bukan hal aneh sebab memang terjadi setiap tahunnya. Ya, ini semacam ritual yang seharusnya tetap berjalan kendati tanpa penghayatan.
Pusingnya para orangtua yang anak-anaknya akan melanjutkan sekolah ke tahap yang lebih tinggi, tentu sudah biasa menghampiri setiap keluarga, khususnya di Indonesia.
Para orang tua memang cuma berharap dua jawaban atas kedua harapan di atas: anak saya lulus SMA dan diterima di PT, kalau bisa sih PTN yang bonafide. Itu harapan. Dibalik harapan itu terhampar berbagai tantangan yang sungguh tak cukup dihalau dengan pikiran.
Uang sekolah yang tadinya sudah mahal akan disambut dengan uang kuliah yang super mahal (ditambah lagi uang masuk yang berkisar antara 50 juta hingga 100juta).
Sungguh tak terbayangkan betapa perkawinan yang indah ditambah kehadiran anak yang menambah kebahagiaan dulu, kini malah menjadi beban yang sungguh jauh dari kesejahteraan hidup. Filosofi "Banyak anak banyak rejeki" yang dulu membahana di seantero negeri harus diganti menjadi "Banyak anak banyak hilang rejeki".
Semua itu hanya untuk biaya pendidikan yang supermahal, sebagaimana telah kami sebutkan di atas. Lantas, mau dibawa ke mana pendidikan kita?
Pendidikan : Makin Tinggi makin Mahal
Sistem pendidikan nasiolah (SisDikNas) yang rajin berganti seiring pergantian Menteri Pendidikan berjalan di atas bianglala. Makin hari ya makin mahal. Sementara kualitasnya makin bengal dan banal.
Data statistik versi HDI (Human Development Index) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Indonesia jauh dari negara-negara ketiga lainnya, bahkan jauh di bawah Malaysia yang dulu "diajar" oleh guru-guru handal asal Indonesia.
Pendidikan Indionesia berada di urutan 111, sementara Malaysia berada di urutan 66. Itu belum seberapa. Di data yang sama disebut bahwa pendidikan negara yang sedang dilanda perang sekalipun masih jauh lebih bagus peringkatnya dari pendidikan Indonesia.
Palestina, Aljajair, Tonga, bahkan Suriname yang masing-masing berada di urutan 110, 104, 99 dan 97 masih memenangi kualitas pendidikan Indonesia.
Posting Komentar