Perdamaian adalah salahsatu syarat pertobatan. Berdamai dengan diri sendiri, orang lain, dan terutama dengan Tuhan adalah pintu masuk bagi keselamatan.
Berdamai di sini bukan berarti memaklumi diri atau orang lain. Berdamai berarti menjadikan diri sebagai subyek yang memiliki kerendahan hati dan kasih. Jalan damai adalah jalan cinta, jalan pengorbanan.
Dengan jalan damai, kita tidak lagi menjadi pribadi yang selalu menyalahkan orang lain atas kegagalan kita. Dengan jalan damai, akhirnya kita menjadi orang yang lepas bebas dan menjadi diri sendiri.
Kelimpahan hidup, dengan demikian, justru tercermin dari kemampuan dan kesediaan kita menjadi pembawa damai. Bukankah dalam kenyataaan sehari-hari, pembawa damai selalu dirindukan?
Kelimpahan si pembawa damai ada pada kemampuannya untuk merengkuh dan merangkul lebih banyak orang dan menggiringnya dalam satu komunitas yang harmonis.
Tak heran bila menjadi pembawa damai (istilah lain yang sering digunakan adalah penengah) begitu sulit dan rumit. Tak selalu mudah diterima oleh pihak yang berkonflik. Di sinilah tantangan itu tampak.
Tidak mudah, tapi Allah menganugerahkan potensi itu kepada kita. Dan untuk itu, seperti doa St. Fransiskus, mari kita menyeru: "Bila terjadi pertikaian, jadikanlah aku menjadi pembawa damai". Membawa damai adalah salah satu misi Yesus dan kini diwariskan kepada kita, para pengikutNya.
Begitulah seharusnya hidup keagamaan kita berjalan: menjadi domba/pembawa damai di tengah serigala/dunia penuh konflik. Semoga.
Inspirasi: Yeh 18:21-28; Mat 5:20-26
Posting Komentar