Indonesia dikenal sangat kaya koruptor. Ya, negara kita emang tragis banget. Korupsi merajalela di mana-mana, entah lembaga swasta, apalagi lembaga pemerintah. Bahkan korupsi seakan sudah menjadi kultur di republik ini.
Itu artinya, kejujuran menjadi sesuatu yang super-sulit ditemui di Nusantara ini. Menjalani hidup jujur pun menjadi sebuah tantangan yang sungguh sulit. Sebegitu sulitnya hingga banyak orang lantas putus asa dan berkesimpulan bahwa hidup dalam kejujuran di Indonesia adalah mustahil!
Benar enggak sih? Tapi enggak juga dong. Enggak percaya? Neh kita temui seorang yang bisa menjalani kejujuranitu. Dia seorang pria bernama Ulyses Simanjuntak.
"Saya hidup di Jakarta sejak kecil, dan di SMA saya bergaul dengan teman-teman yang rata-rata orang kaya. Kami saat itu sering ke diskotik. Tetapi ketika saya masuk ke jenjang mahasiswa, saya berjumpa dengan orang-orang yang sangat berbeda sekali dari teman-teman saya sewaktu remaja.
"Saya hidup di Jakarta sejak kecil, dan di SMA saya bergaul dengan teman-teman yang rata-rata orang kaya. Kami saat itu sering ke diskotik. Tetapi ketika saya masuk ke jenjang mahasiswa, saya berjumpa dengan orang-orang yang sangat berbeda sekali dari teman-teman saya sewaktu remaja.
Sebagian besar teman-teman saya sewaktu mahasiswa itu dari latar belakang kehidupan yang miskin, sekalipun mereka orang-orang yang pintar. Hal itu membuka pikiran saya, bahwa sebagian besar orang di Indonesia membutuhkan pertolongan.”
Demikianlah hal tersebut menjadi motivator Uly dalam bekerja.
“Saya menjadi komitmen untuk bekerja bukan hanya untuk diri sendiri, ada nilai pengabdian kepada masyarakat. Saya akan bekerja dengan sebaik mungkin, dengan profesionalisme saya. Tetapi juga disertai juga dengan mentalitas saya, yang dalam segi praktisnya saya tidak mau di sogok dan juga saya tidak akan mau menyogok,” katanya
Namun komitmen Uly ini bukanlah sebuah pilihan yang mudah, karena dalam dunia pekerjaan, cobaan untuk korupsi disodorkan dimana-mana.
Demikianlah hal tersebut menjadi motivator Uly dalam bekerja.
“Saya menjadi komitmen untuk bekerja bukan hanya untuk diri sendiri, ada nilai pengabdian kepada masyarakat. Saya akan bekerja dengan sebaik mungkin, dengan profesionalisme saya. Tetapi juga disertai juga dengan mentalitas saya, yang dalam segi praktisnya saya tidak mau di sogok dan juga saya tidak akan mau menyogok,” katanya
Namun komitmen Uly ini bukanlah sebuah pilihan yang mudah, karena dalam dunia pekerjaan, cobaan untuk korupsi disodorkan dimana-mana.
Ia melanjutkan kisahnya...
“Ketika pada waktu saya mulai bekerja, pada tahun 80-an itu, gaji saya hanya 110 ribu. Dan itu saya ingat hanya cukup untuk makan, trasportasi dan kebutuhan pribadi saya. Ketika saya mempunyai pasangan, dan kemudian saya berpikir untuk menikah. Tidak mudah bagi saya untuk menabung, mempersiapkan untuk pernikahan saya.
“Ketika pada waktu saya mulai bekerja, pada tahun 80-an itu, gaji saya hanya 110 ribu. Dan itu saya ingat hanya cukup untuk makan, trasportasi dan kebutuhan pribadi saya. Ketika saya mempunyai pasangan, dan kemudian saya berpikir untuk menikah. Tidak mudah bagi saya untuk menabung, mempersiapkan untuk pernikahan saya.
Lalu datanglah tawaran dari seseorang, yang waktu itu adalah salah satu supplier, yang waktu itu dipercayakan pada saya untuk saya urus. Dia menawarkan kepada saya, kalau dia akan membiayai pernikahan saya, jika saya bersedia untuk berkolaborasi dengan dia.
Terus terang secara keinginan, saya ingin untuk menerimanya. Karena siapa yang tidak sesuatu yang diberikan begitu saja dan itu bisa menjawab kebutuhan. Bahkan kadang kala saya berpikir, ‘Apakah ini pertolongan?'
Sementara saya tahu bahwa dibalik itu, orang tersebut memiliki maksudnya sendiri. Saya pulang kerumah, lalu berdoa untuk meneduhkan perasaan saya. Terus terang, tidak mudah bagi saya untuk menolak tawaran tersebut.
Tetapi saya ingat komitmen saya untuk tidak mencemarkan pekerjaan saya dengan hal seperti itu. Lalu saya tolak tawaran tersebut.
Setelah saya tolak, saya berpikir terus mencari jalan keluar dari kebutuhan keuangan saya untuk pernikahan. Setelah hal itu terjadi, saya dipanggil dan diutus oleh manajemen untuk tugas ke luar negeri.
Dalam tugas itu, saya diberikan uang dinas resmi yang besar, yaitu untuk ke Amerika dan Jepang. Saya tidak membelanjakan uang tersebut, saya pergunakan untuk membantu pernikahan saya.
Saya pernah juga mengalami kebimbangan melanda hidup saya. Apa lagi sebagai kepala keluarga, saya harus bertanggung jawab secara ekonomi atas istri dan anak-anak saya. Dengan komitmen saya, tidak mudah untuk memenuhi hal itu.
Di lain pihak, masalah keselamatan atau keamanan keluarga saya. Saya bekerja dengan melawan arus. Tentunya ada pihak-pihak yang tidak senang. Ada pihak-pihak yang tidak senang, dan bisa saja mengancam keluarga saya. Kadangkala hal tersebut membuat saya bimbang dengan komitmen saya."
Mengabdi dalam pekerjaan selama 22 tahun, dengan komitmen yang begitu luar biasa, apa yang menjadi kunci kesuksesan Ulyses Simanjuntak ini?
Mengabdi dalam pekerjaan selama 22 tahun, dengan komitmen yang begitu luar biasa, apa yang menjadi kunci kesuksesan Ulyses Simanjuntak ini?
"Adanya kuasa Tuhan Yesus Kristus yang begitu besar, yang selalu mendorong saya, menguatkan saya untuk tetap dalam komitmen saya. Dan itu bisa saya rasakan setiap hari ketika saya punya waktu teduh yang teratur bersama Dia.
Ketika setiap saya setiap hari membaca firmanNya, dan saya berdoa kepada Dia. Firman Tuhan yang menjadi pegangan saya yaitu, ‘Bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan. Dan jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bekerja memberi buah.” (Filipi 1:21-22).
*) Kesaksian ini ditayangkan 14 Januari 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel
*) Kesaksian ini ditayangkan 14 Januari 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel
Posting Komentar