Liturgi adalah suatu kegiatan rohani-imani yang dilakukan secara bersama, resmi, dan simbolis. Liturgi itu bukan sekedar doa yang dilakukan secara bersama-sama, namun lebih merupakan suatu rangkaian ritual yang utuh, punya aturan namun punya makna khusus.
Sebagai suatu rangkaian ritual, liturgi tak terbebas dari unsur-unsur artistik simbolis, ada pula unsur-unsur fungsional semata. Unsur-unsur itu ada yang alami (api, air, dupa, tanaman), ada pula yang sengaja diciptakan untuk keperluan liturgis (busana, peranti, perabot). Peran kesenian memang tak boleh diabaikan dalam liturgi.
Seni sendiri diperlukan untuk bisa menyentuhkan misteri yang agung dalam liturgi itu pada hati kita. Seni digunakan untuk memberi wujud atau wajah bagi unsur-unsur simbolis agar dapat membantu pengungkapan misteri yang tak mudah terpahami akal budi itu.Semua unsur di atas nyatanya membutuhkan peran aktif yang tepat dari para pelaku liturg itu sendiri. Mengapa? Tentu agar kehadiran unsur-unsur itu dalam perayaan liturgi sungguh berdaya dan berhasil guna. Sebab hasil olah cipta senian dalam liturgi itu harus berinteraksi dengan setiap perayaan liturgi dan terutama dengan orang yang berpartisipasi didalamnya. Nah, salah satu bentuk unsur kesenian itu adalah rangkaian bunga.
Hal penting yang harus diperhatikan terkati rangkaian bunga ini pertama-tama soal bunga-bunganya atau rangkaiannya bunganya, tapi jauh lebih penting adalah siapa yang berkepentingan dengan rangkaian bunga itu.
1. Seni (Pelayanan) Merangkai Bunga dalam Perayaan Liturgis
Uraian berikut ini terutama ditujukan bagi para seniman-senawati perangkai bunga, atau siapa pun yang menaruh peduli pada seni tata puspa semacam ini.
Kita perlu bertanya dulu tentang bagaimana sebaiknya para perangkai bunga harus bersikap dalam menghadapi tugas mulia berpartisi dalam liturgi, khususnya melalui talenta yang dimilikinya?Kita pun akan mengajak para perangkai bunga untuk lebih memahami peran Seni merangkai bunga itu sendiri dalam perayaan liturgis.
2. Perangkai Bunga: Seniman Sekaligus Pelayanan
Istilah “Perangkai Bunga” mungkin belum terlalu tepat untuk melukiskan peranan pentingnya dalam liturgi. Istilah ini bisa saja dimengerti sebatas arti teknis-praktis. Asal mampu merangkai bunga, entah seberapa besar besar kadar kemampuanya maka bisa disebut sebagai perangkai bunga. Bisa jadi karyanya tak terasa artistik, tak indah, kurang berseni.
Nyatanya, seorang perangkai bunga sewajarnya dapat berkembang menjadi artis floral (dari kata flos-florist, n = bunga) atau seniman-seniwati bunga sejati, tetapi bukan malah menjadi “tukang merangkai bunga”.
Meskipun demikian istilah “perangkai bunga“ tetap kita gunakan saja sekarang, namun hanya dalam pengertian yang lebih lengkap dan berdimensi estetis. Seorang “florist” biasanya berjiwa seni juga paham tentang bunga dan rumpun-rumpunnya, sekaligus tahu memaksimalkan bunga-bunga itu sebagai unsur utama karya cipta seni floral-nya
Namun, pertanyaanya adalah "Apakah setiap karya perangkai bunga ataupun floral – meskipun mencapai taraf keindahan tertingi dalam ukuran artistiknya – pasti cocok untuk suatu perayaan liturgis?Belum tentu! Sebab tidak setiap perangkai bunga atau artis-floral tadi dapat begitu saja menceburkan diri dalam liturgi. Seperti halnya tentara yang hendak maju perang haruslah berlatih sebelumnya dan kepada mereka diberitahu bagaimana situasi medan tempurnya.
Seorang Perangkai Bunga yang biasa berkarya untuk kebutuhan profan sekalipun seharusnya juga mengenal medan karyanya terbelbih dahulu, apalagi rangkaian bunganya tadi bersifat spiritual/sakral, seperti untuk keperluan liturgi.Untuk itu, seorang perangkai bunga liturgi sebaiknya mutlak mendalami liturgi itu sendiri. Tentu saja, karena liturgi itu medan nyata bagi karyanya. Jadi, meskipun sebagai pelaku utama di bidang kesenian ini, si perangkai bunga tadi sebaiknya juga harus menghayati tugas dan peranannya sebagai pelayan. Lanjut Baca!
Posting Komentar