Dengke
Bersama ulos, dengke (baca: dekke) juga diberikan pada ritus perkawinan oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki (JC. Vergouwen,:107-109). Sementara dengke tanpa ulos diberikan pada ritus pasahat aek ni utte (air dari jeruk purut), manunuknuruk (melamar), dan ritus pudunsaut (pertunangan).
Tetapi ada juga ulos tanpa dengke, yakni pada ulaon natuatua (ritus memasuki usia tua), manguhal holi (menggali tulang-belulang orang yang sudah meninggal untuk dipindahkan ke dalam toga atau tugu), panakok saningsaning, dan ulang tahun marga.
Perlu diketahui bahwa dengke tidak diberikan kepada boru natuatua (yang sudah tua), karena daripadanya tidak lagi diharapkan anak. Selain pada perkawinan, dengke juga diberikan pada ritus mangingani jabu (memasuki rumah baru), dan pada saat pemberian marga, pelantikan pejabat, dll.
Dengke dalam adat adalah ihan Batak. Dengke juga berarti kumpulan makanan bersama nasi yang dibawa oleh parborupada saat pernikahan, atau segala biaya tanggungan dari parboru. Nasi adalah makanan pokok penyangga hidup; lambang kesuburan tanaman dan ternak, lambang kesuburan wanita (Anicetus B. Sinaga, 2004:136).
Dengke simarudurudur misalnya melambangkan kesuburan wanita (gabe). Kata hulahula di sini adalah benar hulahula, bukan Tulang. Jika seorang Tulang hendak memberi dengke kepada berenya, bukanlah pada ritus adat, tapi pada pesta keluarga. Karena tidak ada lagi dapat ihan Batak, maka untuk memenuhi keperluan adat, dengke diganti dengan ikan mas.
Ihan Batak ialah ikan yang terdapat di Danau Toba, berwarna putih kehitaman. Dengke yang diberikan hulahula kepada boru-nya yang mengadakan upacara perkawinan ataum arulaon adat memiliki persyaratan:
- Dengke sitiotio, yakni dengke yang hidup atau diambil dari aek sitiotio (air jernih). Pada zaman dulu dengke yang didapat dari pantai tidak boleh dipakai.Dengkeyang diutamakan adalahdengkeyangditangkap di Danau Toba atau dari kolam sendiri. Karena arti dan tujuan kata sitiotioadalah ikan yang bersih.
- Dengke simudurudur, yakni dengke yang beranak banyak. Kalau dengke yang beranak banyak sudah pasti dengke betina. Dulu, memang tidak dipakaidengkejantan karena ia tidak beranak.
Dengke juga merupakan lambang kelimpahan (dengke na porngis, ikan yang gemuk) dan dengan menikmatinya orang akan dikaruniai umur panjang dan bahagia; lambang kesuburan dan perkembangan hidup (bdk. iktus: lambang Kristus yang bangkit); keseluruhan mahar yang harus disediakan pihal mempelai perempuan melambangkan kesuburannya (Anicetus B. Sinaga, 2004:136.427)
Adat Dalihan Na Tolu membuat ketentuan mengenai dengke yang diberikan sebagai berikut:
Jadi tidak sembarangan memberi dengke. Terkait dengan siapa yang berhak dan wajib memberi dengke, ketentuan adat (ruhut ni adat Dalihan Na Tolu) mengatakan bahwa Tulang tidak mempunyai hak dan kewajiban memberi dengke pada ulaon berenya, karena dia telah memberikannya pada saat dia berkedudukan sebagai hulahula.
Jika seorang Tulang hendak memberi dengke kepada berenya harus dalam ulaon keluarga, bukan pada ulaon adat umum. Selain dengke na porngis dalam perkawinan adat juga dikenal dengke saur.
Dalam ritus perkawinan adat Batak Tobadengkemerupakan perlambang. Dengke na porngis (ikan yang gemuk) misalnya adalah lambang kelimpahan. Dengan menikmatinya, orang akan dikaruniai umur panjang dan kebahagiaan. Ikan ini diberikan kepada pihak boru.
Boru diberidengkeoleh hulahula-nya karena dari boru-lah berkat dan kemakmuran itu diharapkan akanmuncul (JC. Vergouwen.:107). Ini berarti ritus memberidengkebertujuan agar boru (sang gadis yang dinikahkan) menjadisubur sehingga kelak, setelah berumah tangga ia akan mempunyai anak.
Dengke saur (ikan yang dimasak dan dibumbui dengan air limau (aek pangir) dan kunyit (hunik) adalah dengke yang dimakan oleh seluruh hadirin.
- diberikan oleh hulahula,
- harus dalam upacara adat,
- harus sesuai dengan upacara adat itu, dan
- bisa diberikan dengan atau tanpa ulos.
Jadi tidak sembarangan memberi dengke. Terkait dengan siapa yang berhak dan wajib memberi dengke, ketentuan adat (ruhut ni adat Dalihan Na Tolu) mengatakan bahwa Tulang tidak mempunyai hak dan kewajiban memberi dengke pada ulaon berenya, karena dia telah memberikannya pada saat dia berkedudukan sebagai hulahula.
Jika seorang Tulang hendak memberi dengke kepada berenya harus dalam ulaon keluarga, bukan pada ulaon adat umum. Selain dengke na porngis dalam perkawinan adat juga dikenal dengke saur.
Dalam ritus perkawinan adat Batak Tobadengkemerupakan perlambang. Dengke na porngis (ikan yang gemuk) misalnya adalah lambang kelimpahan. Dengan menikmatinya, orang akan dikaruniai umur panjang dan kebahagiaan. Ikan ini diberikan kepada pihak boru.
Boru diberidengkeoleh hulahula-nya karena dari boru-lah berkat dan kemakmuran itu diharapkan akanmuncul (JC. Vergouwen.:107). Ini berarti ritus memberidengkebertujuan agar boru (sang gadis yang dinikahkan) menjadisubur sehingga kelak, setelah berumah tangga ia akan mempunyai anak.
Dengke saur (ikan yang dimasak dan dibumbui dengan air limau (aek pangir) dan kunyit (hunik) adalah dengke yang dimakan oleh seluruh hadirin.
Posting Komentar